Ramadhan Merah Jambu..
Siang itu, 5 Ramadhan 1430 H, matahari begitu bersemangat memancarkan sinarnya..Ya, ia memang selalu bersemangat untuk menerangi bumi dalam ketundukkan pada Sang Penciptanya. Meski seringkali makhluk-makhluk-NYA yang lain justru mengeluhkan mengapa ia menyinari mereka dengan terik, sehingga cukup membuat mereka kehilangan banyak cairan tubuh, terlebih saat menjalankan puasa Ramadhan kali ini. Memang, hanya orang-orang yang bersabarlah yang mampu merasakan nikmatnya menahan diri di bulan penuh kemuliaan ini.
Sesaat setelah kuliah usai, Daffa melihat ke arah jam tangan, “Mmh, waktunya sholat dzuhur”, gumamnya. Ia pun segera melangkah ke tempat favoritnya selama menimba ilmu di universitas ini, Masjid Kampus. Tempat di mana ia mendapatkan ketenangan dan cahaya dari Sang Tercinta, yang tak dapat ia dapatkan di tempat lain.
Setibanya di teras Masjid“ Assalamu’alaykum, Hai Daf, apa kabar nih??Lama yah kita gak ketemu, padahal satu kampus..” Ternyata yang menghampirinya adalah Salman, teman sekelas semasa SMA dulu, di kota kelahiran Daffa, Solo. Sejak dulu mereka sangat akrab, maklumlah, sesama aktivis rohis dan juga OSIS, bahkan mereka bertekad untuk kuliah di universitas yang sama, dan saat ini tekad mereka telah terwujud, namun karena mereka berbeda fakultas, Daffa di Fakultas Teknik, Sedangkan Salman di Fakultas Ekonomi membuat mereka tenggelam dalam kesibukan di fakultasnya masing-masing sebagai seorang aktivis. Saat ini mereka memasuki semester 5 masa kuliahnya.
“Wa’alaykumsalam Warrahmatullah” Jawab Daffa. “ Lagi sibuk nyiapin apa nih Daf?”, Salman bertanya pada Daffa. Mereka mengobrol seiringan sembari berjalan menuju tempat wudhu. “Alhamdulillah, lagi nyiapin acara buka bareng anak yatim di FT..Kamu sendiri sekarang lagi sibuk apa Man? Yakin deh, temenku yang satu ini pasti gak akan melewatkan Ramadhannya begitu aja tanpa hal yang bermakna bagi orang banyak, ya kan?”Ah kamu bisa aja, sama kan kayak kamu..amiiiinn.hehehe, keduanya tertawa renyah kemudian masing-masing berwudhu.
Kekhusyukan selalu terpancar dari dua insan bersahabat ini saat “bersilaturahim” dengan Rabbnya. Seusai shalat, mereka menyempatkan diri mengobrol. “Daf, sebenarnya ada yang ingin aku ceritain sama kamu”.”Kamu kan sahabat yang paling aku percaya..”. Sekilas Daffa tertegun melihat sahabatnya yang ternyata begitu mempercayainya. Alhamdulillah..Daffa berkata dalam hati. “Ya Man, insyaAllah aku siap dengar cerita kamu..”. Daffa berkata sambil tersenyum mengangguk kepada sahabatnya itu.
Lalu, Salman pun mulai bercerita. Salman sedang menyukai seorang akhwat yang terasa spesial di hatinya. Perasaan itu bukan tanpa alasan. Karena sebelumnya, dia merasa telah siap untuk menikah. Mengingat dirinya telah memiliki beberapa usaha sejak duduk di semester pertama kuliahnya. Kuliah di Fakultas Ekonomi membuat jiwa wirausahanya semakin gesit melejit menatap masa depan. Sehingga ia sudah cukup mumpuni. Apalagi sebagai seorang mahasiswa. Saat sebagian besar mahasiswa hanya bisa menunggu kiriman bulanan orangtua, tidak begitu halnya dengan Salman. Ia justru telah memiliki penghasilan sendiri yang lebih dari cukup untuk hidup di kota tempat kuliahnya saat ini. Yogyakarta. Bahkan kini tabungannya sudah melampaui angka 50 juta. Sebuah prestasi luar biasa bagi seorang mahasiswa semester 5 yang punya segudang kesibukan seperti Salman.
Kembali ke akhwat tadi, ternyata perasaan sukanya pada akhwat tersebut membawanya pada keputusan mengajak akhwat yang dia sukainya itu untuk ta’aruf. Ternyata akhwat tersebut setuju. Sejak proses itu dimulai, ada malam-malam panjang yang diisinya dengan Istikharah penuh pasrah dan ikhlas kepada-NYA sebagai penentu setiap takdirnya. Termasuk takdir siapakah yang akan menjadi pendampingnya mengarungi hidup ini. Ternyata malam-malam panjangnya terjawab sudah. Akhirnya Salman memutuskan untuk meng-khitbah akhwat tersebut.
Daffa sedikit terkejut mendengar penuturan sahabatnya. Sedikitpun ia tak menyangka bahwa Salman telah berfikir cukup jauh dalam menatap masa depannya, termasuk soal pendamping hidup. Diam-diam di sudut hatinya, ia sebenarnya merasa malu pada dirinya. Mengapa dia tidak sepemberani Salman? Mengapa dia hanya bisa memendam perasaan yang sebenarnya juga Daffa sedang rasakan, sama seperti Salman, sahabatnya?? Ya, sebuah perasaan yang kata orang berwarna merah jambu itu. Namun sejujurnya, sejak awal Ramadhan perasaan itu sedikit tersembunyi karena Daffa lebih memilih fokus pada Ramadhannya. Sebuah bulan yang menurutnya tak layak untuk disia-siakan begitu saja, apalagi diisi hanya untuk memikirkan masalah duniawi semata, termasuk perasaannya yang terpendam kepada seorang akhwat. Namun sejujurnya dalam hati Daffa kagum pada sahabatnya itu. Karena Salman selangkah lagi akan menyempurnakan separuh agamanya.
Selanjutnya, Daffa berusaha menggoda Salman,” Lalu, siapakah gerangan bidadari yang beruntung itu, Pangeran..?” hehe..Daffa melirik muka sahabatnya yang mendadak bersemu merah karena malu. Lalu Salman menjawab. “ Namanya Anggita, lengkapnya Anggita Purbarini, satu fakultas denganmu Daf, tapi dia ambil arsitektur..Dia seangkatan dengan kita” Sesaat Daffa merasakan ada palu godam yang menghantam kepalanya. Bagaimana mungkin??? Tanyanya dalam hati. Ternyata Salman mencintai seorang akhwat yang juga ia cintai. Ya, mereka mencintai orang yang sama...!!! Astaghfirullah, ujian ini, rasanya berat untuk Daffa pikul. Mengingat Salman, menurutnya, lebih pantas bersanding dengan Anggita. Karena jalan pikiran mereka terlihat sejalan. Salman aktif berwirausaha dan berorganisasi, sedangkan Anggita pun aktif di sebuah LSM yang membela hak-hak wanita. Kegiatan-kegiatan mereka sejalan, sama-sama bertujuan memberikan kontribusi dan manfaat bagi orang banyak. Namun, peristiwa ini menuntut ketegasan dan ketegaran seorang Daffa, sebagai seorang laki-laki sejati, dan tentu saja, juga sebagai seorang sahabat sejati. Ia tidak ingin mengecewakan sahabatnya yang begitu ia sayangi dan juga menyayanginya karena Allah. Saat itu pula, Daffa bertekad dalam hatinya untuk memilih mengalah pada sahabatnya itu. Ia memilih untuk membuang jauh-jauh perasaan cintanya pada Anggita. Akhwat yang telah sempat mampu mengisi sepetak ruang kosong di hatinya. Dan kini ia sadar. Bahwa cinta yang tulus bukanlah cinta yang menghancurkan, apalagi menghancurkan ikatan indah bernama ukhuwah yang telah sekian lama ia rajut bersama sahabatnya itu.
Kemudian, seakan-akan tak ada yang terjadi, Daffa berkata kepada sahabatnya. “Oh, Ukhti Anggita..Subhanallah, kamu cerdas Man! Memilih akhwat seperti dia, sebagai rekan kerja di rohis FT, dia sangat kompeten dan berdedikasi. Barakallah, akhi.. Ditunggu undangannya deh.” Hehe..Daffa melirik sahabatnya yang saat itu terlihat sangat bahagia. “Ya Allah, kuatkan aku...” Doa Daffa dalam hatinya. Tidak dapat dipungkiri bahwa hati Daffa perih. Ya, mungkin karena hatinya terlalu peka untuk hal-hal sesensitif ini. Sebelumnya, ia bahkan juga telah memiliki hasrat untuk kelak bisa bersanding dengan Anggita. Namun, bersihnya hati Daffa menuntunnya pada keikhlasan demi kebahagiaan sahabatnya. Apalagi ia merasa bahwa Salman lebih cocok untuk Anggita. Ia pun akhirnya tersadar dan yakin bahwa Allah pasti menyiapkan seseorang yang terbaik untuknya. Meskipun bukan Anggita.
Esoknya, Salman mengabarkan pada Daffa bahwa orangtuanya menyetujui rencananya men-khitbah Anggita. “ Mereka setuju Daf..Alhamdulillah.”Kata Salman. “ Padahal tadinya kukira mereka akan menolak rencanaku menikah saat aku masih kuliah”. Namun ternyata dugaannya meleset. Orang tua Salman mendukung rencana anaknya itu. Apalagi mereka memahami bahwa buah hati mereka bukanlah jenis pemuda yang bermain-main dalam mengambil keputusan. Orangtua Salman menganggap Salman sudah cukup mapan untuk menikah. Karena ia telah memiliki penghasilan dan juga beberapa usaha yang cukup potensial dikembangkan, apalagi Anggita adalah seorang yang cocok untuk itu. Koneksi dan Link dari masing-masing mereka yang banyak membuat mereka berpotensi menyatukan kekuatan demi terwujudnya kehidupan rumah tangga yang diidamkan setiap insan. Sebuah rumah tangga yang diisi kesholehan dan kemapanan, serta nilai-nilai kerja keras yang begitu berharga.
“Mereka hanya berpesan kepadaku untuk tetap fokus kuliah hingga selesai. Ujar Salman.“ Aku bahagia, Daf..Allah telah berkenan mempertemukanku dengan seorang pendamping di usiaku yang relatif muda ini.”
“ Iya Man, subhanallah..kau beruntung,akhi..” Semoga kelak aku bisa menyusulmu.. Harap Daffa. “Pasti donk, insyaAllah Daf..” “ Aku yakin kau akan mendapatkan pendamping terbaik, karena kau adalah sahabatku yang terbaik, laki-laki yang baik hanya untuk perempuan baik-baik, setuju?? “ Insya Allah” Daffa menjawab sambil mengamini doa sahabatnya itu.
“ Jadi bagaimana nih, Man? Kapan tepatnya kau akan mengadakan walimah?” Tanya Daffa pada sahabatnya itu.
“ Aku akan merundingkannya dulu dengan keluargaku dan keluarga Anggita, Daf”, “Karena aku yakin mereka lebih berpengalaman tentang masalah ini”
“Ok akh, ditunggu undangannya ya..”
Kemudian mereka berpisah. Salman kembali pada rutinitas kuliahnya yang masih berlanjut hari itu. Sedangkan Daffa memilih untuk kembali ke kontrakkannya. Ada beberapa tugas yang belum ia tuntaskan.
Akhirnya sampailah mereka pada hari akad nikah dan walimah Salman dan Anggita. Salman Al-Farisi dan Anggita Purbarini, itulah dua nama yang tertera di undangan. Akad dan walimah diselenggarakan di hari yang sama. Mereka mengadakannya pada tanggal 13 Syawal 1430. Tamu undangan berdatangan. Termasuk Daffa yang juga ikut berbahagia menyaksikan perjanjian agung dua insan di hadapan Allah, untuk membina sebuah ikatan suci bernama “ pernikahan”. “Subhanallah, indahnya.” Gumam Daffa yang tak terasa ikut meneteskan air mata saat sahabat terbaiknya, Salman mengucapkan akad nikah dan diterima oleh pihak Anggita yang merupakan awal terbentuknya ikatan suci antar mereka.
Di dalam hati, Daffa berujar. “ Sungguh, sahabatku ini berhak mendapatkan ini semua. Karena ia adalah seorang pekerja keras yang ikhlas, hanya padaNYA lah ia gantungkan seluruh cita-cita dan hasil dari setiap pekerjaannya.” Sesaat, Daffa teringat akan perkataan sahabatnya, Salman, yang sangat menyentuh saat mereka mendaftar kuliah bersama dulu.” Daf, kita harus yakin bahwa ada Allah yang slalu menjaga kita dalam setiap hembus nafas kita”, Dia lah yang akan selalu menuntun langkah kita kemanapun kita melangkah. Jadi, tak perlu kita khawatir akan kegagalan. Allah akan menuntun kita jika kita terus berusaha tanpa kenal lelah. Aku yakin Daf, kita bisa sukses di sini, di Universitas tempat kita akan mengejar cita-cita kita..” “Amiiinn. Kita BISA, PASTI BISA!!!” Mereka bersama berteriak sambil mengepalkan tangan di udara. Tak lupa pula mereka tak henti berucap syukur dan doa penuh harap. Ya, itulah saat tak terlupakan bagi Daffa. Sahabatnya itu memang selalu optimis dan tawakal. Apapun yang sedang ia perjuangkan, pada akhirnya selalu ia pasrahkan kepada Allah. Dan saat inilah hal itu terjawab sudah..Salman kini telah memiliki ma’isyah dan ‘aisyah dalam usia yang relatif muda.
Kini, Daffa berdoa dalam hati, “ Semoga aku bisa segera menyusulmu,Man..”amiinn..PASTI BISA..!! gumam Daffa sambil melirik sahabatnya yang sedang sibuk menyambut para tamu. Salman pun balas melirik sahabatnya dengan tatapan penuh arti seakan menjawab. “ Kamu PASTI BISA segera menyusulku, Daf..”.
by : Amaliyah Agustin _090909_ @11.49am ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar